Mendengar Keterangan Saksi, Persidangan Pembatalan Sertifikat HGU PTPN II No. 111 di PTUN Medan

Editor: DORHETA author photo

DETEKSI.co - Medan, Persidangan dalam perkara gugatan masyarakat Kecamatan Labuhan Deli di PTUN Medan terkait Pembatalan Sertifikat HGU PTPN II (Persero) No. 111, telah memasuki babak baru. Yakni, Mendengarkan Keterangan Saksi Ahli Pertanahan.

Dalam persidangan di PTUN Medan dengan agenda Mendengarkan Keterangan Ahli yang berlangsung pada Kamis (25/3/2021) kemarin, pihak penggugat menghadirkan  seorang Saksi Ahli dari Universitas HKBP Nomensen, DR. Dayat Limbong, SH.

Sesuai keterangan pers yang diberikan oleh Pengacara masyarakat Labuhan Deli Ramses Kartago, SH pada Minggu (28 Maret 2021), bahwa Saksi Ahli dalam persidangan itu mengatakan banyak kejanggalan dalam proses penerbitan Sertifikat No. 111. Dengan kata lain, penerbitan Sertifikat HGU PTPN II (Persero) No. 111 adalah Cacat Hukum Administrasi, sehingga demi hukum Sertifikat tersebut dapat dibatalkan.

Beberapa indikator kejanggalan penerbitan Sertifikat HGU No. 111 menurut Saksi Ahli yang juga bekerja sebagai Dosen di beberapa Universitas di Kota Medan yakni, areal lahan tidak clear and clean, lahan berada di dua Desa, tidak sesuai RUTR Pemkab Deli Serdang, tidak jelas batas-batasnya, dan lain-lain.

Masih kata Advokat Ramses Kartago, SH sesuai Pendapat Ahli selengkapnya :
 "Menurut keterangan atau pendapat Ahli Hukum Agraria, DR. DAYAT LIMBONG, SH, MH mengatakan Sertipikat HGU, No. 111/Helvetia, Surat Ukur No. 452/Helvetia/2003, seluas 1.128, 35 Ha, cacat hukum administrasi.
Banyak kejanggalan dan kesalahan prosedur yang menyebabkan Sertifikat tersebut cacat hukum administrasi dan dapat dibatalkan, yakni,
A. Sertipikat HGU No. 111 diterbitkan tidak sesuai dan melanggar atau bertentangan dengan prinsip atau azas Clear and Clean. Karena menurut Pendapat Ahli dalam satu areal yang akan diperpanjang HGU, dibentuk "Panitia B" atau panitia "B Plus".

Panitia B Plus dibentuk apabila di atas areal yang akan diperpanjang HGUnya terdapat masalah atau persoalan hukum mengenai penggarap yang telah menduduki, menguasai dan mengusahai areal yang akan diperpanjang HGUnya.  

Salah satu tugas Panitia B Plus adalah menyelesaikan permasalahan terhadap para penggarap. Para Penggarap harus dilibatkan dan diajak berunding/bermusyawarah, sehingga tidak ada masalah atau persoalan hukum lagi. 

Apabila tidak tercapai kesepakatan dengan penggarap maka terhadap areal yang telah digarap atau diduduki Warga Masyarakat harus dikesampingkan penerbitan HGU sampai ada kesepakatan penyelesaian, dan tidak dapat diterbitkan Sertifikat HGU-nya.

Sertifikat HGU hanya dapat diterbitkan terhadap areal yang benar-benar secara nyata dikuasai oleh Pemohon Hak. Sertipikat HGU baru dapat diterbitkan jika sudah ada kesepakatan penyelesaian dengan masyarakat penggarap.

Bilamana hal ini tidak dilakukan dan tidak dipenuhi dalam proses perpanjangan HGU, maka terbitnya Sertipikat HGU telah melanggar dan tidak sesuai dengan prinsip Clear and Clean.  

Bahwa ternyata sebelum SHGU No. 111/Helvetia diterbitkan, areal tersebut sejak tahun 1997 telah dikuasai, diusahai dan dimanfaatkan oleh Para Penggugat dan Masyarakat lainnya. Bahkan Penggugat I Purna Karyawan PT.PN II atau ahli warisnya, sejak tahun 1970 sudah menguasai areal tersebut. 

Hingga saat ini di areal SHGU No. 111/Helvetia sudah terdapat kurang lebih 7000 KK dan berdiri 32 Mesjid/Mushollah, 30 Gereja, 3 Vihara dan 2 Kuil. Selain itu sudah berdiri beberapa Sekolah PAUD, SD, SMP, SMA, Puskesmas, 2 unit stasiun Gas, Kantor Kecamatan Labuhan Deli, Kantor Desa Manunggal, Pondok Pesantren dan Islamic Centere serta beberapa Tempat Pemakaman Umum (TPU). Namun dalam proses penerbitan Sertipikat HGU No. 111/Helvetia Para Penggugat tidak dilibatkan atau diajak bermusyawarah sehingga tidak memenuhi azas Clear and clean. 

B. Penerima HGU harus melaksanakan kewajibanya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang atau Peraturan Pemerintah serta SK Pemberian Hak-nya, yakni mengusahai tanah yang diberikan HGU dengan baik untuk perkebunan atau perternakan. Namun kenyataannya, areal SHGU No. 111/Helvetia sejak tahun 1997 tidak produktif. Di atas areal tersebut  sudah dikuasai oleh Para Penggugat dan Masyarakat lainnya dan sudah ada kurang lebih 7000 KK menempati areal tersebut.

C. HGU tidak dapat diterbitkan bertentangan dengan RUTR (Rencana Umum Tata Ruang) Kabupaten/Kota.
Bahwa kenyataannya Sertifikat HGU No. 111 diterbitkan bertentangan dengan RUTR. Sebab sesuai dengan rekomendasi Bupati Deli Serdang No. 593/3463, tanggal 25 Juli 2001,  sebagian areal Sertipikat HGU No. 111/Helvetia tidak cocok lagi untuk kawasan perkebunan dan diperuntukan sebagai kawasan Niaga/Bisnis, Perumahan, dan Sekolah. 

Akan tetapi kenyataannya tetap terbit HGU di areal tersebut, Sehingga terbitnya SHGU No. 111/Helvetia bertentangan dan tidak sesuai dengan RUTR Kabupaten Deli Serdang.

D. Pemisahan HGU tidak dapat dilakukan selama proses perpanjangan haknya, Pemisahan baru dapat dilakukan setelah proses perpanjangannya selesai dan haknya telah didaftarkan serta terbitnya Sertipikat
sesuai dengan jawaban Kantor Pertanahan Deli Serdang, SHGU No. 111/Helvetia adalah merupakan penggabungan dari 3 (tiga) Sertipikat HGU, yakni SHGU No. 44, 45 dan nomor 84 yang semula berasal dari Sertipikat HGU No. 4/Helvetia dengan luas 1.256, 1072 Ha yang berakhir haknya tanggal 9 Juni 2000 (berdasarkan SK KBPN No. 58/HGU/BPN/2000, tanggal 6 Desember 2000 Tentang Pemberian Hak Guna Usaha Atas Tanah Terletak di Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara). Namun pada saat proses perpanjangan Hak HGU No. 4/Helvetia dan telah terbit pendaftaran No. 59/1997, dilakukan pemisahan hak atas Sertipikat HGU No. 4/Helvetia dan terbit HGU No. 8/1998 atas nama PT.PN II  

E. Hasil pengukuran ulang atas luas bidang Tanah HGU yang dimohon Perpanjangan Haknya tidak boleh melebihi luas semula dalam Sertipikat. 

Dalam lampiran SK KBPN No. 58/HGU/BPN/2000, tanggal 6 Desember 2000 Tentang Pemberian Hak Guna Usaha Atas Tanah Terletak di Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara, jelas disebutkan SHGU Kebun Helvetia yang dimohon perpanjangan Haknya adalah SHGU No. 4/Helvetia, seluas kurang lebih 1.256, 1072 Ha. Namun  hasil pengukuran ulang luasnya bertambah menjadi kurang lebih seluas 1.332 Ha. Ada pertambahan luas kurang lebih 66 Ha. Menurut Ahli tidak bisa terjadi pertambahan luas dan yang sering terjadi adalah berkurangnya luas akibat pengikisan yang disebabkab oleh sungai, got atau parit dan lain lain. Bilamana terjadi pertambahan luas dari luas semula maka terlebih dahulu dibuat Berita Acaranya dengan menyebutkan alasan dan dasar hukum terjadinya pertambahan luas.

Kemudian diterbitkan Sertipikatnya baru kemudian dimohon penggabungan.
Kenyataanya, terjadi pertambahan luas sebanyak kurang lebih 66 Ha berdasarkan hasil pengukuran ulang dan tidak ada berita acaranya yang menyebutkan alasan dan dasar hukum terjadinya pertambahan luas, dan tidak pernah terbit Sertipikatnya

F. Setiap Sertifikat mempunyai Surat Ukur, Jika 4 (empat) Sertipikat yang digabungkan, maka harus 4 (empat) juga Surat Ukur yang digabungkan. Dalam Sertipikat hasil penggabungan harus disebutkan.

Sertipikat dan Surat ukur yang digabungkan harus dimatikan dan dinyatakan tidak berlaku

Sementara berdasarkan bukti Sertipikat HGU No. 111/Helvetia yang diajukan oleh PT.PN II selaku Tergugat II Intervensi, jelas disebutkan SHGU No. 111/Helvetia adalah merupakan penggabungan dari 4 (empat) Sertipikat HGU yakni SHGU No. 44, 45, 84 dan nomor : 4386/2003. Namun dalam Sertipikat HGU No.111/Helvetia disebutkan Surat Ukur yang digabungkan dan dinyatakan tidak berlaku (dimatikan) hanya tiga, yakni : Surat Ukur No. 446, 447/Helvetia, tanggal 5 Juni 2003 dan Surat ukur nomor : 451/Helvetia/2003, tanggal 19 Juni 2003.   

G. Apabila satu bidang Tanah (satu hamparan) terletak di 2 (dua) Desa maka tidak dapat diterbitkan Satu Sertifikat.

Sertifikat HGU No. 111/Helvetia, seluas 1.128,35 Ha tersebut yang diklaim oleh PT.PN II sebagai miliknya adalah satu hamparan dan terletak di 2 (dua) Desa, yakni Desa Helvetia dan Desa Manunggal, namun dibuat dalam satu Sertifikat. Menurut ahli sesuai dengan Peraturan yang berlaku tidak bisa diterbitkan satu Sertifikat atas areal yang terletak dalam dua Desa. Dengan alasan dan dasar hukum, setiap Desa mempunyai Nomor Indentifikasi Bidang Tanah (NIB) yang berbeda yang menunjukkan dimana letak bidang tanah tersebut. NIB terdiri dari 13 digit yakni 2 dijit pertama merupakan kode propinsi, 2 dijit berikutnya merupakan kode Kabupaten/Kota, dua dijit berikutnya merupakan kode Kecamatan, dua dijit berikutnya merupakan kode Desa/Kelurahan, dua dijit berikutnya merupakan nomor bidang Tanah dan tiga dijit berikutnya merupakan nomor Hak.

Dalam Sertifikat dan Surat Ukur serta dalam Peta Pendaftaran Tanah, NIB tersebut harus disebutkan. Namun Kenyataannya, areal perkebunan Helvetia yang diklaim PT.PN II sebagai miliknya berdasarkan Sertipikat HGU No. 111/Helvetia/2003, seluas 1.128, 35 Ha, dibuat dalam satu Sertifikat dan hanya terdapat satu Nomor Indentifikasi Bidang Tanah (NIB) walaupun areal tersebut terletak di dua Desa yakni Desa Helvetia dan Desa Manunggal. 

NIB dalam SHGU No. 111/Helvetia/2003 adalah NIB Desa Helvetia pada hal sebelumnya jauh sebelum Peta Pendaftaran No. 59/1997 dan SHGU No. 111/Helvetia/2003 diterbitkan, pada tahun 1994 telah terjadi pemekaran terhadap Desa Helvetia dan berdiri Desa Manunggal.

Penggabungan Sertipikat yang arealnya terletak di dua Desa tidak dapat dilakukan karena memiliki NIB yang berbeda.
Sertipikat HGU No. 111/Helvetia/2003 adalah penggabungan dari 4 (empat) Sertipikat HGU yakni SHGU No. 44. 45,84 dan nomor : 4386/2003 yang terletak di Desa Helvetia dan Desa Manunggal. Namun digabungkan dalam satu Sertipikat, yakni SHGU No. 111/Helvetia/2003.

H. Penggabungan Sertifikat baru dapat dilakukan setelah  diajukan permohonan penggabungan, Sertifikatnya terbit dan harus dilakukan pengukuran ulang, dibuat Surat Ukurnya dan Buku Tanahnya. Berdasarkan pengalaman ahli selaku mantan Kepala Kantor Pertanahan Kota Tebing Tinggi dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Simalungun, jangka waktu penggabungan Sertifikat paling cepat 1 bulan.

Bahwa Sertifikat HGU No. 111/Helvetia/2003 adalah penggabungan dari 4 (empat) Sertipikat HGU yakni SHGU No. 44. 45, 84 dan nomor : 4386/2003 yang terletak di Desa Helvetia dan Desa Manunggal yang diterbitkan pada tanggal 20 Juni 2003. Dimana 3 dari Sertipikat yang digabungkan terbit pada tanggal 19 Juni 2003 dan satu terbit pada tanggal 20 Juni 2003, yang nota bene sama terbitnya dengan Sertipikat HGU No. 111/Helvetia.

Bagaimana mungkin dapat dilakukan penggabungan Sertifikat jika Sertifikatnya belum terbit. Dan bagaimana mungkin dapat dilakukan penggabungan Sertipikat dalam jangka waktu satu hari. Pepatah mengatakan " Rome is not built in one   day " (Roma tidak dibangun dalam satu hari). Hanya Nyi Lorojongrang yang dapat membangun seribu Candi dalam satu malam, itupun gagal. Hanya dapat membangun 999 Candi.

I. Apabila SK (Surat Keputusan) Pemberian haknya telah berakhir dan Haknya tidak didaftarkan, maka tidak dapat dipergunakan lagi. Pemegang Hak harus mengajukan permohonan kembali dan diterbitkan SK yang baru. Nomor, bulan dan tahun penenrbitan SK harus sesuai dengan tahun dan bulan penandatangan SK.

Bahwa kenyataannya, SK Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 58/HGU/BPN/2000, tanggal 6 Desember 2000 telah berakhir/mati pada bulan Oktober 2001. Kemudian diterbitkan SK baru namun bulan dan tahun penerbitan SK tidak sesuai dengan bulan dan tahun penandatangan SK.
 Dalam Sertipikat HGU No.111/Helvetia disebutkan Surat Ukur yang digabungkan dan dinyatakan tidak berlaku (dimatikan) hanya tiga yakni : Surat Ukur No. 446, 447/Helvetia, tanggal 5 Juni 2003 dan Surat ukur nomor : 452/Helvetia/2003.

Hingga pengajuan bukti Surat, Saksi dan ahli ditutup oleh Majelis Hakim, Tergugat Kantor Pertanahan Nasional Kabupaten Deli Serdang tidak dapat menunjukkan Surat Ukur No. 452/Helvetia/2003, tanggal 20 Juni 2003 yang merupakan Surat Ukur dari Sertipikat HGU No.111/Helvetia/2003, tanggal 20 Juni 2003.

Majelis Hakim telah berulang kali menegur/meminta Tergugat untuk memperlihatkan Surat Ukur SHGU No. 111/Helvetia/2003 namun dengan berbagai alasan Tergugat tidak dapat menunjukkannya di dalam maupun diluar persidangan.    

J. Sesuai dengan azas Kontradiktur Delimitasi, suatu Sertifikat harus dapat diletakkan batas-batasnya, Apabila Sertipikat tidak dapat diletakkan batas-batasnya kembali, maka Sertipikat tersebut telah melangar atau tidak sesuai dengan azas Kontradiktur Delimitasi.

Kenyataannya Tergugat Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang dan Tergugat II Intervensi tidak mengetahui dengan pasti letak dan batas-batas Sertipikat HGU No. 111/Helvetia. Tergugat tidak dapat meletakan batas-batas kembali SHGU No. 111/Helvetia dan tidak mengetahui titik kordinatnya.

Pemisahan tidak dapat dilakukan dalam satu Sertiikat apabila bidang Tanah terletak di dua Desa yang berbeda. Sesuai dengan fakta dipersidangan dan pengakuan Tergugat Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang  bahwa pada tahun 2016 areal SHGU No. 111/Helvetia dilakukan pemisahan seluas 295.01 Ha sehingga terbit Sertipikat HGU No. 5361/Helvetia atas nama PT.PN II . Kenyataannya areal yang dipisahkan tersebut terletak di dua Desa yakni Desa Helvetia dan Desa Manunggal namun dibuat dalam satu Sertipikat. Selain itu Tergugat Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang dan Tergugat II Intervensi PT.PN II tidak dapat menunjukkan letak dan batas-batas areal yang dipisahkan.

Berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan dengan No. Perkara No. 169/G/TUN/2020/PTUN Medan tersebut, Sertipikat HGU No. 111/Helvetia, seluas 1.128, 35 dikatakan banyak kejanggalan melanggar administrasi hukum sehingga dapat dibatalkan.

Jadi seluruh dalil dalil Para Penggugat terbukti dipersidangan dan dikuatkan oleh Keterangan atau Pendapat Ahli. Sidang berikutnya akan dilanjutkan pada tanggal 7 April 2021 dengan agenda Kesimpulan Para Pihak. 
Harapan Para Penggugat bahwa Majelis Hakim membatalkan Sertifikat HGU No. 111/Helvetia. (usman)
Share:
Komentar

Berita Terkini